Aku, Tia dan Ica sampai di Jogja
pukul 15.30.. perjalanan Solo-Jogja hampir semuanya aku habiskan dengan TIDUR.
Yeaaah, jalan-jalan ditengah kondisi berpuasa memang mengantukan. Hehe. Setelah
tiba di stasiun Jogja, kami langsung menuju loket tiket untuk memesan tiket
pulang menuju Solo. (manusia macam apa kita ini?? Baru sampai distasiun sudah
langsung beli tiket pulang lagi??) namun , hal tersebuh bukan tanpa alasan
tentunya. Kami khawatir tidak bisa pulang ke Solo besok pagi dan ketinggalan
kereta ke Semarang. Daaaan jeng jeeeeng sampai diloket tik et kami harus mulai
spaneng karena tiket kereta Prambanan Express sudah habis di jam yang kami
rencanakan. Tia mulai bingung khawatir tidak bisa pulang ke Semarang. Sementara
Ica masih mencoba bernegosiasi dengan petugas tiket. Aku malah tidak terlalu
memikirkan masalah tiket, yang penting kita ini lagi di Jogja, nikmati dulu
saja. Setelah berdiskusi singkat, aku mengusulkan kalau kita naik kereta dari
Jogja ke Solo besok pagi saja. Lalu melanjutkan perjalanan ke semarang dengan
bis. Ica dan Tia setuju. Ica kemudaian coba memesan tiket kereta Prambanan
Express untuk jam 05.30 besok pagi. Well, tiket pulang sudah ditangan. Tentu
saja, keputusan tersebut bukan tanpa konsekuensi. Yapp, konsekuensinya adalaaah
kita harus menghabiskan waktu dari sore hingga besok pagi di Jogja. Ngapain? Ya
gak tau. Pokoknya kita nikmati aja dulu. Hahaha.
Setelah
berjuang dengan loket tiket, kami melanjutkan berjalan kaki menuju pusat
belanja Malioboro. Karena waktu sholat ashar sudah menyapa, aku memutuskan
mencari masjid sementara mereka katanya mau mencari makan. (heyy!! Kurang ajar
sekali. Saat sedang bulan puasa seperti ini sementara aku kehausan, mereka
dengan santai meneguk segelas es jeruk dihadapanku.) :D aku kembali dari masjid
dan menemukan mereka berdua tengah nangkring di tukang bakso. Diatas meja mereka
sudah tergeletak 2 mangkok bakso yang tentu saja sudah habis lengkap dengan 3
gelas kosong disitu. (hey!! Siapa yang sudah menghabiskan 2 gelas es jeruk
ini?) mereka minta maaf karena telah makan dan minum didepan orang yang sedang
berpuasa sepertiku. Hmmm, baiklah. Itu bukan salah mereka. Wanita selalu punya
alasan masuk akal untuk dibenarkan.
Selesai
dengan makan dan minum yang menyebalkan bagiku, kami berdiskusi untuk tujuan
dan aktivitas selanjutnya. (ini salah satu yang aku kurang suka ketika harus berjalan-jalan
lebih dari dua orang tanpa perencanaan yang matang) Ica mengusulkan untuk
berjalan-jalan di malioboro sampai tugu Nol KM Jogja. (Apa kabar aku yang
sedang berpuasa ini kawan? Wkwk). Untung saja suasana sore itu cukup
bersahabat, matahari bersahabat, panasnya tak terlalu menyengat dan hiruk pikuk
tidak terlalu padat. Jogja selalu membuat nyaman siapapun yang singgah. Entah
aura macam apa yang ia tawarkan. Jogja selalu membuatku bisa menikmati setiap
inci hiruk-pikuknya, orang-orangnya, seniman jalanannya, jajanan uniknya, dan
tentu saja cerita-cerita setelahnya.
Kami
berjalan disepanjang area Malioboro. Tengok-tengok penjual batik, tas, dan aneka
pernak-pernik ke-Jogja-an lainya. Sialnya, mataku selalu tergoda dengan aneka
tas rajut lucu itu. Padahal tahun lalu aku sudah membeli sebuah Sling bag rajut
saat di Bali. Ica dan Tia mengompor-ngomporiku sampai akhirnya aku meledak dan
memutuskan membeli sebuah tas punggung rajut. Awalnya aku kaget bin tidak
terima dengan harga yang ditawarkan si abangnya. 150k cuy! Hmmm, bukan Jogja
namanya kalau tawar menawar berhasil. Aku menawar sampai harga 50k! Kurang ajar sekali memang yaaa, haha! And
then, I got it! Tas punggung rajut lucu itu masuk dalam kantongku.
Menjelang
waktu berbuka puasa, ada sebuah fenomena disini. Jalur pedestrian sekaligus
markas PKL tersebut berganti gaya. Jika tadi siang-sore koridor tersebut
dipenuhi pedangang bakso, gorengan, es dan aneka jajanan lainnya. menjelang
waktu berbuka, mereka berganti shift dengan para pedangan penyetan, bakar-bakar
an, sate dan sebangsanya. Aku faham.. maksudnya teriakan “Wayahe, wayahe,
wayahe (saatnya, saatnya, saatnya)” itu adalah waktu pergantian shift para
pedagang ini. Well! Selain fenomena shift pedangan, satu hal menarik yang
selalu menjadi list “Most wanted” ku kalau ke Malioboro adalaaah seniman
jalanan tunanetra yang sepanjang sore-malam menyanyikan tembang lawasnya Om
Ebiet G. Ade, Dian Pisesha, Christine Panjaitan, Yuni Shara, dan sebangsanya. Lagu-lagu
kesukaan almarhumah Ibu bisa aku nikmati dengan suasana lain disini. Aku bisa
menghabiskan waktu berlama-lama di samping si seniman tersebut untuk sekedar
menikmati lagu lawasnya. Dan jika diperhatikan lebih jauh, hampir semua seniman
jalanan disana adalah penyandang tunanetra. Dengan bermodalkan tape, mix dan
intrumen karaoke mereka bisa berjam-jam melantunkan aneka lagu lawas
kesayangan.
Saat
waktu berbuka tiba, kami mampir disebuah warung lesehan penyetan dan aku
memesan ayam bakar lengkap dengan lalapan dan es teh. Ah! Segar! Suasana
berbuka yang syahdu lengkap dengan alunan lagu “tak ingin sendiri” dari Dian
Pisesha yang dinyanyikan seorang ibu tunanetra dengan suara sekelas Raisa.
Huh!! Suara ibu tersebut nyatanya lebih nyaman didengar daripada janji manis
gebetan, wkwkw. Setelah berbuka dan Sholat Magrib, kebingungan menyapa kembali.
Waktu masih menunjukan pukul 18.55 saat aku keluar dari masjid. Then, well! Ica
mengajak kami jalan-jalan kembali ke Tugu Nol KM Jogja! What?! Seperti tidak
ada objek lain saja. tapi, yaaaah aku memaklumi, kami ini jalan-jalan ditengah
bulan ramadhan, budget terbatas, perencanaan kurang pas dan inilah konsekuensinya,
rundown perjalanan jadi tidak jelas. Haha.
Kami
berjalan melintasi deretan pedangan batik, cinderamata, lukisan tangan,
makanan, minuman, jajanan, sampai pertunjukan jalanan bisa kami saksikan
disini. Aku meminta untuk sejenak duduk di bangku taman dekat situ. Angin malam
itu rupanya sangat bersahabat. Malioboro yang mulai padat seakan menguap begitu
saja. Tia masih berusaha mencari cara untuk bisa menemukan oleh-oleh bakpia
kukus yang saat itu memang sedang booming2nya jadi oleh-oleh khas Jogja. Tiba-tiba
seorang bapak penarik becak motor a.k.a cator menawarkan jasa antar keliling
malioboro, alun-alun utara, dan pusat oleh-oleh hanya dengan 20k untuk 3 orang.
Well, then his offering was accepted. Kita bertiga naik becak ukuran pada
umumnya, bertiga, bertiga CUY!! Yaaa walaupun kita bertiga tidak ada yang punya
badan diatas rata-rata tapi tetap saja pantat kita tak bisa dengan nyaman duduk
disana. Si bapak mulai meluncur. Ica yang duduk dipangku diantara aku dan Tia
mulai histeris ketakutan. Aku sekuat tenaga memeganginya. Kalau diingat-ingat
mirip adegan Maudy Ayunda pada film Trinity Travelling saat naik bajaj di
Filiphina. Persis! Cewek bertiga, histeris diatas becak dengan muatan yang tak
biasa. Kurang ajarnya, Ica masih sempat memintaku mengambil foto. Dan alhasil hanya rentetan foto blur yang
rasanya kurang pas jika aku upload disini.
Setelah
mendapatkan 2 kotak bakpia kukus, kami kembali ke tempat awal kami berangkat
bersama si bapak. Aku mengajukan usul untuk selanjutnya kita pergi ke kedai
Kopi Joss saja karena disana buka sampai malam. Mengingat kedai Kopi Joss itu
identik dengan tempat nongkrong cowok, Tia mengajak temannya yang di Jogja
untuk bergabung. Well, sounds good! Kita bertemu dengan temannya Tia di depan
KF* Malioboro lalu sama-sama berjalan kaki menuju angkringan kopi Joss di yang
berada sekitar 100m dari stasiun Jogja. Kami saling berkenalan. Namanya Azmi dn
Rizky. Oke, kesan pertama ku adalah
mereka cowok-cowok pendiam. Hahahaa. Namun, semua berubah ketika obrolan malam
itu mulai seru dan menjurus pada hal-hal pribadi. Ternyata Azmi dan Rizky
adalah tipikal anak yang mudah akrab. Oiya, sebelum aku lupa. Agenda nyobain
kopi Joss ini adalah salah satu bucket list nya Ica yang penasaran dengan Kopi
yang ditambahkan arang tersebut. Congrats! One of your list has been done! Buat
kalian yang mau main ke Jogja, aku kasih tau aja plis siapin uang koin yang
banyak. Karena kalau kalian nongkrong di angkringan pinggir jalan gini lebi
dari 2 jam, percaya deh, jumlah pengamen a.k.a street artist yang nyambangin
kalian bakalan ngabisin lebih banyak dari harga kopinya. Bisa dibilang mereka
dateng 10-15 menit. Kalau kalian cuek sih bisa ajah, Cuma aku kadang ga tega
aja apalagi kalau dia nyanyi nya bagus terus minta kita buat request lagu apa
yang mau mereka nyanyiin buat kita. Hehehe..
salah satu pengamen yang menghampiri kami menawarkan apa yang mau ia
nyanyikan untuk kami. Well, aku meminta ia menyanyikan lagu Ebiet G. Ade- Cinta
sebening embun. Eh, dia malah ketawa dan bilang “waah, yang lain aja ya mba.
Berita kepada kawan deh.”.. “Lha itu mah lagu soundtrack nya iklan2 bulan puasa
mas, hehe” .. akhirnya ia menyanyikan lagi lain. Wkwkw.
Kami
nongkrong di angkringan kopi Joss sampai ja 12 malam. Suasana Jogja begitu
nyaman dan seakan tak mengijinkan kami beranjak pulang. Namun, disisi lain kita
tidak punya pilihan yang lebih baik untuk beristirahat malam itu. Stasiun menjadi
satu-satunya tempat yang terjangkau bagi kami untuk melepas lelah. Setelah diantar
oleh Azmi dan Rizky sampai di stasiun Jogja, kami langsung menuju peron stasiun
untuk mengecas handphone. Petugas keamanan sempat menanyai kami mengapa tengah
malam begini sudah di stasiun padahal kereta kami jam 05.30 besok. Hahaha sepertinya
si bapak faham dan mengizinkan kami untuk masuk dan “menunggu” di peron
stastiun. Bangku peron yang cukup panjang menjadi tempat bersandar yang cukup
nyaman. Ditambah saat jam-jam tersebut stasiun sedang tidak terlalu ramai. Waktu
menunjukan pukul 01.30 saat kami mulai “mensetting” posisi tidur senyaman
mungkin saat itu. Aku yang sebelumnya sudah membeli makan sahur berinisiatif
untuk makan sahur sebelum tidur. Takut kesiangan atau malas bangun. Wkwk!
Meskipun
stasiun kereta api dewasa ini sangat jauh lebih baik dari segi apapun. Namun,
keamanan tidak bisa 100% kita jaminkan padanya. Kami yang saat itu mengisi daya
baterai terpaksa tidur bergiliran agar satu sama lain bisa mengawasi barang-barang
kami. Saat waktu menunjukan pukul 02.30 kami memilih pindah ke musholla stasiun
karena dirasa lebih nyaman dan tidak terlalu berisik oleh kereta yang lalu
lalang. Kami bisa tidur lebih baik di musholla stasiun. Meskipun, sebenarnya
bukan hal yang etis tidur didalam musholla. Namun, posisi kami sebagai “orang
yang sedang dalam perjalanan” tidak punya banyak pilihan. Waktu terasa begitu
cepat ketika tiba-tiba suara orang-orang mula lebih ramai. Ketika itu jam
menunjukan pukul 04.00. oke waktunya bangun lel! Sebuah fenomena lucu sekaligus
menggelikan saat aku melihat ada seorang ibu yang entah sengaja atau tidak
sedang sholat tepat di depan Ica yang sedang nikmat2nya tidur . hahaha! Aku membangunkannya
dan seketika wajah kaget nan heran terurai dari Ica. Kami bertiga bergiliran ke
kamar mandi untuk sekedar buang air dan cuci muka. Saat jam menunjukan pukul
05.00 setelah aku menunaikan sholat subuh, kami menunggu kereta jurusan Solo
dan tiba di Solo pukul 8-an. Konsekuensi lain dari unplanned trip kali ini
adalah kita harus pulang ke semarang dengan bis yang ongkosnya 3x harga tiket
keretaLL
Jogja
selalu menyimpan cerita tersendiri. Tentang perjalanan penuh kejutan. Tak terduga
dan tak pernah biasa. Jogja selalu menjadi tempat baru meskipun kami sudah
sekian kali bertemu. Perjalanan kali ini tak hanya mendekatkan kami, ia
mengajari kami banyak hal. Yaaaa, sometimes not all girls are made from
someting nice. Sometimes, her beauty and strength is created from survival,
adventure, brain and no fear. Learning is not only about what you know from
books but also how you make a decision from your choice. And it`s really
different between we knowing the path and walking the path.
Thanks buat kalian yang udah mau baca. Semoga bermanfaat.