Selasa, 03 September 2019

The Most Special “F” Thing- Masa SMP



Faros Kandana Namanya. Mungkin kali ini aku akan bercerita cukup panjang tentang orang ini. Namun sebelumnya aku minta maaf kalau detail ceritanya tidak sepenuhnya aku sampaikan disini. Well, let`s get to the topic!
Namanya Faros Kandana (nama asli). Biasa dipanggil ‘Faros’ atau cukup ‘Ros’. Siapa dia? Well, dia adalah teman SMP ku. Anak yang hmmm tidak terlalu ganteng, namun punya wajah imut yang menggemaskan. Aku mulai mengenal Faros sejak kami sama-sama duduk di kelas 7F SMPN 1 Pagaden. Kami menjadi teman sekelas sampai kelas 8. Aku mengenal Faros sebagai anak yang pendiam. Namun diam-diam dia menyalip peringkat kelas kami. Masuk semester 2 ia dengan sangat tiba-tiba entah bagaimana caranya dia langsung melesat keposisi peringkat teratas dikelas kami. Tidak hanya itu, kurang ajarnya ia juga menjadi juara paralel dari keseluruhan kelas 7 saat itu. Bagaimana denganku ? hah! Aku terlempar jauh ke posisi 4 dikelas. Sialan!
Usut punya usut, Faros tidak main dukun apalagi joki saat mengerjakan ujian. Dari temannya aku tahu belakangan ini dia menjadi anak yang sangat disiplin dirumahnya. Pulang sekolah, makan siang, belajar, belajar dan belajar. Simpel. Itu saja strateginya mengalahkan kami semua. Selama kelas 7 aku dan Faros hanya teman sekelas yang hanya akan bertegur sapa ketika salah satu dari kita bertanya. Kita biasa saja. sebiasa penampilan Faros sehari-hari saat ke sekolah. Saat teman-teman yang lain sudah petantang-petenteng minta motor baru ke orangtuanya. Faros masih setia pulang pergi kesekolah dengan sepeda. Good job Bro!
Naik ke kelas 8 rupanya nasib masih menghendaki kami untuk satu kelas. Sekarang ceritanya lain. Aku sudah tau dia pintar. Juara umum paralel. Dan pastinya, aku akan menjadi pesaingnya dikelas. Pokoknya aku tidak mau kalah. Haha! Hubungan kami menjadi semakin oportunis. Misal, jika aku memintanya membantu PR bahasa inggrisku, maka dilain kesempatan ia akan memintaku membantu tugas Seni Rupanya. Setiap selesai ulangan harian kita selalu kepo dengan nilai satu sama lain. Diantara semua murid kelas, aku menjadi orang yang paling mudah mengakses ‘bantuan’ nya. Saat ujian semester kita selalu menjadi yang terakhir keluar dari ruangan. Bahkan saling tunggu satu sama lain. Sengaja mengakhirkan diri maksudnya. Namun selama 2 semester aku masih harus berlapang dada sebagai runner up dikelas kami. Baiklaah. Tidak masalah.
Selama kelas 8 bisa dibilang pertemanan aku dan Faros lebih cair. Tidak hanya sebatas menyapa alakadarnya. Kami mulai sering bertukar PR dan aku sudah mulai berani meledeknya. Misal : “Faros, kalau jalan jangan nunduk terus nanti nabrak!” atau saat petugas penagih cicilan buku pelajaran menagih dikelas dan mengatakan :” Faros, bapak kamu itu kepala desa lho. Masa ini kamu belum lunas juga.” Lalu saat jam istirahat aku menghampirinya dan mengatakan :”kamu tuh jangan diem aja kalau dibilangin gitu sama Bu X. Harusnya kamu bilang “yang kepala desa kan bapak saya bu, bukan saya.” Hahaha.” Dan seperti biasan dia hanya akan melemparkan tanggapan datar tanpa gelombang ekspresi.
Lambat laun aku merasa pertemanan oportunis penuh persaingan ini menyenangkan. Namun sayang, saat kami naik ke kelas 9 kami harus ikhlas berbeda kelas. Disatu sisi aku senang, aku punya kesempatan untuk menjadi yang pertama dikelasku. Namun, disisi lain aku sedih karena kehilangan teman sekaligus sumber ‘bantuan’ ku.
Kelas 9 berjalan dengan sangat lancar. Diawal semester aku bisa dengan mudah meraih peringkat 1 dan mempertahankannya hingga kelulusan. Singkatnya aku dan Faros lulus dengan sama-sama menjadi rangking 1 dikelas (yang berbeda). Tak lama proses pendaftaran siswa baru di jenjang SMA akan dibuka. Lagi-lagi aku dan Faros mendaftar di sekolah yang sama.
Saat hasil tes tulis diumumkan, again and again Faros selalu mengungguliku dalam hal akademik. Yah aku akui dia memang selalu didepanku. Meski mendapat nilai yang lebih baik dariku, Faros akhirnya mengambil SMA di Kota yang jaraknya bisa sampai 30 menit naik angkot dari SMA ku.
Sampai disini kebersamaan aku dan Faros. Singkat bukan?
Sangat singkat. Tanpa banyak cing-cong soal kenangan atau perpisahan. Aku dan Faros sudah memilih jalan masing-masing. Namun siapa sangka, siapa sangka “ketidakbersamaan” kita sejak saat itu justru menjadi awal cerita yang akan menjadi ingatan seumur hidup kami.
Cerita masa SMA kami akan aku tulis di bagian lain. Selamat membaca J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jalan-jalan Ala Mahasiswa Setengah PNS Part 2

  Selepas isya, Aku, Apip dan Mas Azmi berjanji bertemu di depan minimarket dekat kosanku. Apip sudah siap dengan tas jinjing berisi laporan...