
Namanya Faros Kandana (nama asli). Biasa dipanggil
‘Faros’ atau cukup ‘Ros’. Siapa dia? Well, dia adalah teman SMP ku. Anak yang
hmmm tidak terlalu ganteng, namun punya wajah imut yang menggemaskan. Aku mulai
mengenal Faros sejak kami sama-sama duduk di kelas 7F SMPN 1 Pagaden. Kami menjadi
teman sekelas sampai kelas 8. Aku mengenal Faros sebagai anak yang pendiam. Namun
diam-diam dia menyalip peringkat kelas kami. Masuk semester 2 ia dengan sangat
tiba-tiba entah bagaimana caranya dia langsung melesat keposisi peringkat
teratas dikelas kami. Tidak hanya itu, kurang ajarnya ia juga menjadi juara
paralel dari keseluruhan kelas 7 saat itu. Bagaimana denganku ? hah! Aku terlempar
jauh ke posisi 4 dikelas. Sialan!
Usut punya usut, Faros tidak main dukun apalagi
joki saat mengerjakan ujian. Dari temannya aku tahu belakangan ini dia menjadi
anak yang sangat disiplin dirumahnya. Pulang sekolah, makan siang, belajar,
belajar dan belajar. Simpel. Itu saja strateginya mengalahkan kami semua. Selama
kelas 7 aku dan Faros hanya teman sekelas yang hanya akan bertegur sapa ketika
salah satu dari kita bertanya. Kita biasa saja. sebiasa penampilan Faros
sehari-hari saat ke sekolah. Saat teman-teman yang lain sudah
petantang-petenteng minta motor baru ke orangtuanya. Faros masih setia pulang
pergi kesekolah dengan sepeda. Good job Bro!
Naik ke kelas 8 rupanya nasib masih menghendaki
kami untuk satu kelas. Sekarang ceritanya lain. Aku sudah tau dia pintar. Juara umum
paralel. Dan pastinya, aku akan menjadi pesaingnya dikelas. Pokoknya aku tidak
mau kalah. Haha! Hubungan kami menjadi semakin oportunis. Misal, jika aku
memintanya membantu PR bahasa inggrisku, maka dilain kesempatan ia akan
memintaku membantu tugas Seni Rupanya. Setiap selesai ulangan harian kita
selalu kepo dengan nilai satu sama lain. Diantara semua murid kelas, aku
menjadi orang yang paling mudah mengakses ‘bantuan’ nya. Saat ujian semester
kita selalu menjadi yang terakhir keluar dari ruangan. Bahkan saling tunggu
satu sama lain. Sengaja mengakhirkan diri maksudnya. Namun selama 2 semester
aku masih harus berlapang dada sebagai runner up dikelas kami. Baiklaah. Tidak masalah.
Selama kelas 8 bisa dibilang pertemanan aku dan
Faros lebih cair. Tidak hanya sebatas menyapa alakadarnya. Kami mulai sering
bertukar PR dan aku sudah mulai berani meledeknya. Misal : “Faros, kalau jalan
jangan nunduk terus nanti nabrak!” atau saat petugas penagih cicilan buku
pelajaran menagih dikelas dan mengatakan :” Faros, bapak kamu itu kepala desa
lho. Masa ini kamu belum lunas juga.” Lalu saat jam istirahat aku
menghampirinya dan mengatakan :”kamu tuh jangan diem aja kalau dibilangin gitu
sama Bu X. Harusnya kamu bilang “yang kepala desa kan bapak saya bu, bukan
saya.” Hahaha.” Dan seperti biasan dia hanya akan melemparkan tanggapan datar
tanpa gelombang ekspresi.
Lambat laun aku merasa pertemanan oportunis penuh
persaingan ini menyenangkan. Namun sayang, saat kami naik ke kelas 9 kami harus
ikhlas berbeda kelas. Disatu sisi aku senang, aku punya kesempatan untuk
menjadi yang pertama dikelasku. Namun, disisi lain aku sedih karena kehilangan
teman sekaligus sumber ‘bantuan’ ku.
Kelas 9 berjalan dengan sangat lancar. Diawal semester
aku bisa dengan mudah meraih peringkat 1 dan mempertahankannya hingga
kelulusan. Singkatnya aku dan Faros lulus dengan sama-sama menjadi rangking 1
dikelas (yang berbeda). Tak lama proses pendaftaran siswa baru di jenjang SMA
akan dibuka. Lagi-lagi aku dan Faros mendaftar di sekolah yang sama.
Saat hasil tes tulis diumumkan, again and again
Faros selalu mengungguliku dalam hal akademik. Yah aku akui dia memang selalu
didepanku. Meski mendapat nilai yang lebih baik dariku, Faros akhirnya
mengambil SMA di Kota yang jaraknya bisa sampai 30 menit naik angkot dari SMA
ku.
Sampai disini kebersamaan aku dan Faros. Singkat bukan?
Sangat singkat. Tanpa banyak cing-cong soal
kenangan atau perpisahan. Aku dan Faros sudah memilih jalan masing-masing. Namun
siapa sangka, siapa sangka “ketidakbersamaan” kita sejak saat itu justru
menjadi awal cerita yang akan menjadi ingatan seumur hidup kami.
Cerita masa SMA kami akan aku tulis di bagian
lain. Selamat membaca J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar