Sabtu, 07 November 2020

Jalan-Jalan Ala Mahasiswa Setengah PNS Part 1

 


Seperti biasanya, kamis malam adalah waktuku untuk kembali menabur ide-ide gila demi memenuhi passion anehku. Demi menjaga semangat menempuh jalan ninjaku dalam pengabdian masyarakat. Jam 9 malam teng kakiku sudah mendarat dipelataran belakang rumah Dosen Kesayangan yang sangat rajin memberiku pekerjaan, haha. Tapi, aku menikmati dan justru kecanduan akan hal tersebut. Agenda malam itu adalah menyelesaikan laporan akhir Program Hibah yang kami dapatkan dari Kemenristekdikti untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat. Ditemani 4 orang anggota tim, laptop dan hotspot internet aku mulai membuka inbox email. Daaaaan, reaksiku biasa saja awalnya melihat email masuk dari Belmawa Dikti saat itu.

“Mas, ada email masuk ke saya dari Dikti.” Kata saya pada Mas Daud alias Pak Daud Samsudewa, Ph.D dosen pembimbing sekaligus motivator terbaik saya selama mengarungi jalan ninja ini.

“Apa isinya Lel?” Tanya Mas Daud.

Ku buka email tersebut, kubaca dengan sepenuh hati, kuperhatikan penulisannya barangkali ada typo atau salah ketik, kubaca dalam hati, kubaca kembali dengan suara pelan, daaaan aku menyerah pada mata ku sendiri. Tertulis dengan sangat jelas dan terang benderang bahwa : pengumpulan laporan akhir tersebut adalah 30 November 2018 dan saat aku membaca email tersebut adalah tanggal 27 November 2018 yang artinya waktu kami untuk menyelesaikan laporan tersebut kurang dari 3 hari lagi. Sementara laporan tersebut baru selesai sekitar 70% alias masih 30% lagi yang belum dikerjakan. Gawatnya bagian yang belum dikerjakan adalah bagian laporan penggunaan dana hibah senilai 35 juta. Banyak hal yang menjadi kendalaku dalam menyelesaikan bagian tersebut. Kalian bayangkan saja, nilai yang harus kami laporkan penggunaannya adalah 35 juta. Sementara, fresh money yang baru masuk di rekening kami adalah 28 juta alias (70% nya). Uang sisa senilai 7 juta (30%nya) akan kami terima ketika telah menyelesaikan laporan akhir ini. Sedikit absurb. Tapi, begitulah sistemnya kawan.  Aku sudah bergelut dengan sistem semacam ini sejak semester 4. Parahnya, dari uang 28 juta yang telah kami terima baru sekitar 11 juta yang kami gunakan, belum ada setengahnya. Kenapa kami begitu hemat ? Emmmh tidak, lebih tepatnya kami mengelolanya dengan efektif. Prinsipnya sederhana, alokasikan dana sesuai peruntukannya.

“Mas, ini email katanya laporan akhir harus diterima dikti paling lambat 30 November ini. Harus dikirim ke kantornya Dikti.” Kataku

“Laporanmu sudah sampai mana?” tanya Mas Daud balik.

“tinggal laporan keuangan mas. Bagian pendahuluan, logbook kegiatan dan isian-isian lainnya sudah saya kerjakan.” Jawabku.

“ya sudah kamu selesaikan laporan keuangannya. Masalah diantarnya nanti saya sounding-kan ke pak Tumin (Staff Minarik di Rektorat).”

“Hmmm, tapi mas ini kan harus laporan penggunaan dana 35 juta. Tapi dana yang baru kita pakai kan belum sampai segitu. Gimana mas?”

“Lho, bukannya dulu sudah saya ajarkan. Kamu buat nota sendiri untuk mengisi laporan. Tapi, kamu sendiri harus punya catatan khusus tentang penggunaan dana REAL nya. Pennggunaan dana per tanggalnya. Paham ?

“paham mas.”

Jam tangan ku sudah menunjukan pukul 11 malam. Waktu diskusi kami dihabiskan dengan membahas persiapan kegiatan festival akhir tahun di Desa Mitra kami.

“Dek, malem ini kita kerjakan laporannya yah bareng.” Tanyaku pada Anis. Salah satu volunteer yang paling dekat dan mendapat kepercayaan lebih dariku untuk mengelola keuangan ini. Bisa dibilang dia bendaharanya.

“iyah mba. Sekalian nginep ajah yah dirumahku.” Kata Anis

“gapapa nginep nih??”

“iyah mba, dirumahku juga ada printer. Biar lebih enak ngerjakannya.”

“Ojeh gas!!”

“kalian pulang sekarang saja, kerjakan laporan keuangannya, nanti kalau ada masalah atau kekurangan besok pagi ketemu saya di Laboratorium lantai 2.” Kata Mas Daud.

Pukul 11.30 malam kami pulang. Malam itu aku tidak pulang ke kosan. Aku menginap di rumah Anis yang jaraknya hampir 10 km dari kosanku. Tengah malam, dua orang cewek naik motor melewati jalan sepi menurun dan berbelok sudah hal biasa bagiku. Itu baru jam 12 malam. Aku lebih sering dibawa ugal-ugalan oleh Akhyar (rekan ninjaku) karena sudah pukul 2 malam baru pulang dari Kudus. Kami tidak takut sama kuntilanak sebenarnya, kami lebih takut dengan gerombolan berkampak a.k.a begal. Tapi, selama niat kita baik, insyaallah selalu dalam lindunganNya.

Kami sampai dirumah Anis sekitar setengah satu malam. Malu aku dengan ibunya Anis gara-gara aku Anis jadi sering pulang malam. Tapi ternyata Anis sering lebih ekstrem lagi dengan menginap di kampus. Nyatanya saat dikampus, “kehidupan malam” lebih menyenangkan dan hidup. Haha.

Sampai dikamar Anis kami langsung beraksi. Printer dinyalakan, 2 laptop dibuka, draft laporan digelar, buku catatan, ballpoint dan gerombolannya keluar dari sarang. Aku mengerjakan draft laporan keuangan itu di Ms.Excel sementara Anis mengerjakan nota-nota di laptop dan segera mencetaknya. Mesin printernya malam itu dipaksa bergadang menemani 2 mahasiswa kurang kerjaan yang tengah dikerjar deadline laporan. Potongan kertas di sana-sini memenuhi kamar Anis. Jam dinding menunjukan pukul 3 dini hari. Mataku sama sekali tak merasakan ngantuk namun kepalaku berdenyut-denyut karena dipaksa melanggar jam biologisnya. Anis menawarkan semangkuk mi rebus dengan sayuran dan beberapa toples cemilan. Aku tak menolaknya. Cadangan glukosaku perlu di re-charge agar pembuluh darahku tetap mengalirkan darah menuju otakku yang saat itu sedang sibuk dan tegang dibawah tekanan. Hmm, baiklah kawan ini adalah salah satu bentuk “menyakiti diri sendiri” namun tanggung jawab adalah keharusan yang mesti ditunaikan. Bijaklah dalam menggunakan waktu. Oke? J

Selesai dengan urusan makan dan nyemil kami langsung tancap gas kembali mengerjakan laporan. Sampai akhirnya adzan subuh menggerakan kami melangkah menuju keran disamping taman kecil untuk berwudhu dan sholat subuh. Aku merasakan pening dikepalaku saat sujud, namun ada perasaan lain yang juga membuatku betah berlama-lama sujud. Ada perasaan tenang, nyaman, dan damai yang seketika men-Tone Down neuron-neuron dikepalaku. Selesai sholat subuh kami mulai merapihkan kertas-kertas dan menyusun nota-nota tersebut kedalam halaman laporan.

“Dek kamu hari ini kuliah jam berapa?” tanyaku pada Anis yang sepertinya sudah siap-siap tumbang didekapan bantal.

“jam 7 mba. Nanti jam 6 bangunin aku yah. Aku mau tidur sebentar.”

Kasihan aku melihatnya. Namun, dia tetap selalu ada membantuku bahkan ketika anggota lain tak ada yang sedikitpun menanyakan jobdesc nya. Haha. Hal yang biasa bagiku.

Setelah selesai merapihkan draft laporan, akupun merebahkan badanku diatas matras dan berusaha memejamkan mata meskipun aku tahu itu takkan lama. Alarm ku setting di pukul 05.45, tidak ada satu jam aku tidur. Tak apa. Hal seperti itu sudah jadi biasa semenjak aku menekuni jalan ninja ini. Begadang adalah rutinitas. Jadi jangan heran kalau ada waktu luang aku akan mengalokasikannya untuk “hibernasi” bersama bantal dan guling dikamar. :D

Kami berangkat ke kampus pukul 06.30, tanpa sarapan sebelumnya meskipun saat itu ibunya Anis memaksa kami untuk sarapan. Anis mengantarku ke kosan sebelum ia berangkat ke kampus. Hari itu kebetulan jadwal kuliahku tidak terlalu padat. Hanya ada dua mata kuliah di siang-sore nanti. Sampai dikosan aku bergegas mandi dan berangkat ke kampus. Bukan untuk kuliah kawan. Aku ke kampus untuk menyelesaikan laporan ini. Aku berangkat menuju kantor minarik rektorat bersama Kholis (Ketua Tim kelompok lain yang tahun itu sama-sama mendapatkan dana hibah dan kebetulan dosen pembimbing kami sama-sama Mas daud) Klop!

Agenda kami diminarik hari itu adalah untuk meminta izin sekaligus saran terkait pengiriman laporan akhir yang harus diterima Dikti maksimal tanggal 30 itu. Kami bertemu Pak Tumin. Sosok birokrat yang asik dan sangat kooperatif dengan kegiatan kami. Tak pernah merepotkan berlebihan dan justru melakukan hal yang seharusnya kami lakukan. The best staff ever lah pokoknya.

Pak Tumin tidak yakin jika ada dari pihak minarik bisa mengirimkan laporan tersebut mengingat saat itu pihak rektorat sedang disibukan acara pemilihan mahasiswa berprestasi. Selain itu, jika menggunakan jasa pos atau agen pengiriman lainnya khawatir ada kerusakan atau keterlambatan. Finally, pak Tumin memberikan saran agar kami saja yang berangkat ke dikti untuk mengantar laporan tersebut. Hari itu juga surat tugas dan pengantar dari kampus sudah ditangan kami. Setelah selesai dengan urusan perizinan aku dan Kholis meluncur menuju laboratorium untuk bertemu Mas Daud. Melaporkan progres laporan sekaligus meminta izin untuk mengirimkan sendiri laporan tersebut ke dikti.

“Ya sudah kalau dari pak Tumin sudah menyarankan demikian kalian tinggal selesaikan kekurangannya malam ini nanti besok pagi ketemu saya untuk saya cek sebelum kalian copy. Masalah nanti yang berangkat siapa kalian atur sendiri. Untuk pendanaan beli tiket dan sebagainya pakai dana yang ada untuk alokasi transportasi. Clear?”

“oke mas, clear.”

Malam itu, sejak Ba`da isya aku ditemani Haris dan Apip (rekan organisasiku) menyelesaikan laporan tersebut hingga larut malam. Selain sibuk dengan urusan nota dan laporan, aku juga sibuk berkomunikasi dengan Mas Azmi (FYI dia ini satu angkatan denganku, aku memanggilanya Mas karena kami baru kenal dan supaya lebih sopan saja hehe) yang akan menemaniku ke dikti sebagai perwakilan dari timnya Kholis.

Kami berdiskusi tentang mau naik kereta apa? Jam berapa? Hingga masalah mau nginap dulu atau langsung pulang. Setelah berdiskusi cukup panjang terkait menginap atau langsung pulang aku memesan tiket kereta untuk kami berdua. Aku memesan tiket kereta api Tawang Jaya Premium dari Semarang Tawang ke Pasar Senen (08.40-04.20) kelas ekonomi senilai 200.000,-/orang. Tiba-tiba Apip yang dari tadi diam dan asyik dengan pekerjaannya nyeletuk,

“Lel, aku nda (tidak) diajak nih?” tanyanya sambil tertawa kecil.

“hmm, kamu mau ikut tho Pip?”

“yah kalau boleh. Bosen lah aku tiap minggu ke Kudus mulu. Sekali-kali pingin ngerasin main ke kota.”

“ya udah, ini aku udah pesen 2 tiket buat aku sama mas Azmi. Kamu pesen sendiri gapapa? Nanti uangnya aku transfer atau nanti aku bayar sekalian.” Jawabku yang disambut ekspresi bahagianya yang sangat kentara.

“oke Lel, kamu di gerbong berapa? Seenggaknya kita satu gerbong.”

“aku di gerbong 4.”

Urusan tiket dan jadwal keberangkatan serta schedule saat di Jakarta nanti sudah selesai. Malam itu juga ku kirim file Pdf laporan akhir ke email Apip untuk diprint dan dijilid.

Besok paginya, aku dan Apip serta Kholis sudah janjian untuk meminta tandatangan dari pembimbing kami Mas Daud untuk halaman pengesahan dan logbook. Taukah kalian kawan? Satu tandatagan beliau harus diganti dengan satu kali nyanyi Mars dan Hymne Undip. Hal tersebut bukan tanpa alasan, kata beliau itu dilakukan agar jangan sampai mahasiswa Undip sendiri lulus tidak tahu dasar-dasar dan cita-cita Universitasnya yang tertuang dalam nada-nada sakral tersebut.

Hari itu aku harus mendapatkan 3 tandatangan beliau untuk 3 rangkap laporan yang artinya aku harus menyanyikan 3x mars dan hymne Undip. Namun, karena beliau tahu kami sudah sangat bekerja keras untuk menyelesaikan laporan tersebut kami hanya diminta menyanyikannya sekali saja. Oke Good Job!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jalan-jalan Ala Mahasiswa Setengah PNS Part 2

  Selepas isya, Aku, Apip dan Mas Azmi berjanji bertemu di depan minimarket dekat kosanku. Apip sudah siap dengan tas jinjing berisi laporan...