The “F” Things #1
(Farhan)
Kereta
apiku delay tepat di sinyal masuk menuju stasiun Pasar Senen, Notifikasi di
handphone muncul dan mengabarkan bahwa Farhan tengah bersiap-siap untuk
menjemput. Terbiasa terlambat, aku sedikit iseng dengan mengatakan aku sudah
sampai di stasiun Pasar Senen.
Yaaap, Farhan Nuruddin Teman sekelasku sejak masa
Mahasiswa Baru di kampus paling unik yang hampir sembilan puluh persennya di
huni kaum perempuan. Hehehe. Kami teman di satu Peminatan (re: Konsentrasi)
Kesehatan Lingkungan. Aku mengenal farhan sebagai sosok teman yang cukup baik
dalam hal agama dan sikap namun terkadang membuat ku sedikit gemas dengan
ke-santaiannya. Barangkali itu memang karakter umum yang selalu di miliki
laki-laki. Tahun ini (Juli 2018) aku dan Farhan qodarullah mendapatkan tempat
magang yang sama di PT. Holcim Indonesia Plant Narogong, Bogor Jawa Barat.
Setelah
seminggu sebelum keberangkatan ku ke Bogor yang ku habiskan di Kudus untuk
menyelesaikan secukupnya timeline KKN yang bisa ku kejar sebelum magang. Di
akhir minggu aku berangkat dari semarang menuju bogor dengan menggunakan kereta
api Tawang Jaya. Tiba di stasiun Pasar Senen sekitar pukul 20.25 waktu
setempat. Tak sengaja aku bertemu dengan sesama teman dari semarang yang
kebetulan mau ke daerah Depok juga. Kami memutusakan untuk naik kereta api
commuterline jurusan Depok bersama-sama, mereka turun di stasiun UI dan aku di
stasiun Pondok Cina karena Farhan sudah menunggu hampir satu jam, tak tega
kalau harus lebih mengulur waktu dengan makan bersama kedua temanku tadi.
Singkatnya
aku akhirnya bertemu dengan Farhan di depan pintu keluar stasiun Pondok Cina.
Senang akhirnya bisa bertemu, karena ini adalah kali pertamanya aku berangkat
ke Bogor seorang diri dan perjalanan malam. Kalian pasti tahu maksudku. Kami
berjalan menuju lokasi dimana Farhan memarkirkan motornya, dan di sinilah
semuanya berawal.---
Entah
kenapa farhan lupa menyimpan kunci motornya, setelah di cek beberapa saat di
sekitaran motornya dan kami tak menemukan apapun. Berulang kali farhan
melarikan diri ke area depan stastiun dan kembali tanpa menemukan apapun. Aku
berfikir bahwa farhan sedang berusaha untuk “tidak” terlihat panik di
hadapanku, kenapa? Nanti ku jelaskan di belakang. Jam tanganku sudah menunjukan
pukul 22.32, aku hanya berusaha tenang dan berfikir terkait beberapa solusi
yang bisa saja kulakukan saat itu juga. Aku punya bibi di daerah Jatinegara,
bisa saja aku meminta nya menjemputku lalu aku menginap semalam di rumahnya,
tapi bagaimana dengan Farhan? Jahat sekali kalau aku meninggalkan dia sendirian
di saat kepusingan seperti itu. Tidak tahu diri sekali aku ini. Solusi lain
muncul di kepala ku, aku bisa saja order grab dan pulang bersama menuju rumah
farhan, tapi dompet ku akan sangat menjerit. Waktu sudah semakin malam dan
jalanan mulai sepi. Farhan kembali dan menawakan untuk aku menunggu di tempat
lain yang lebih mudah dipantau olehnya. Baiklah, ia membawa beberapa tas ku dan
aku mengikutinya di belakang. Sedikit terkejut, ia membawaku ke tempat seperti
kios dipinggir pos perlintasan kereta api. Ia memintaku menunggu di kios kecil
pojokan tersebut sementara ia berusaha mencari pertolongan untuk bisa membuat
motornya nyala tanpa harus menggungakan kunci. Ia melipir ke pos perlintasan
kereta dan kulihat ada seorang laki-laki yang membantu mengotak-atik motornya.
Aku hanya menunggu, tanpa win-win solution, tanpa making decision.
Pukul
23.35 farhan menemui ku dan mengatakan bahwa motornya sudah bisa jalan.
Alhamdulillah, beribu syukur saat itu. Kami meluncur dari stasiun Pondok Cina
menuju rumah Farhan di daerah Gunung Putri. Perjalanan malam sudah menjadi hal
biasa bagiku, namun kejadian semacam kehilangan kunci merupakan hal pertama
bagiku. Perjalanan malam itu terasa lebih lama, ya sebenarnya aku tak enak
dengan farhan karena sampai pulang larut malam sekali. Ditengah perjalanan kami
bercerita banyak hal tentang kejadian kehilangan kunci tadi. Aku sebagai anak
baru di ibukota sempat berfikir bahwa orang iseng yang mengambil kunci tersebut
pastilah orang paling bodoh, ia hanya mengambil kunci dan meninggalkan
motornya, kalau saja dia cerdas kenapa tidak langsung saja mengambil motornya?
Namun, pendapatku disanggah Farhan. Hal tersebut merupakan taktik para curanmor
dalam menjalankan aksinya, ia membiarkan korbannya kebingungan mencari kunci
yang hilang sampai ia meninggalkan motornya dan saat itulah ia menjalankan
aksinya. Hmmm baiklah, pendapat Farhan cukup masuk akal dan dapat diterima.
Satu pelajaran berharga malam ini.
Disamping
sedikit sedih karena insiden kehilangan kunci, namun aku lagi-lagi diyakinkan
oleh kehidupan bahwa dimanapun kita berada, Allah selalu menyiapkan orang-orang
baik untuk menolong kita, dan sungguh pertolongan-Nya sangat dekat. Abang-abang
yang membantu Farhan menyalakan motornya ternyata baru 1 jam berkenalan dengan farhan,
iseng-iseng diajak ngobrol ngalor-ngidul dan saat kunci motor Farhan hilang, ia
dengan senang hati membantu membongkar slot kunci dengan hanya dibayar
sebungkus rokok yang ia terima dengan sedikit paksaan dari Farhan.
Kami
tiba di rumah Farhan sekitar pukul 00.13 dini hari, sungguh aku tak enak dengan
ibunya Farhan. Bagaimanapun waktu itu sudah terlalu malam untuk seorang Farhan.
Ibunya lalu mempersilahkan ku masuk dan langsung menyuruhku makan. Farhan
segera menata meja makan sementara aku membereskan tasku. Demi menghargai sang
tuan rumah akupun makan meskipun seorang diri karena Farhan langsung naik ke
lantai dua untuk istirahat. Selesai dengan urusan makan aku beranjak ke kamar
yang sudah di sediakan dan istirahat.
---waktu
menunjukan pukul 04.50 saat suara ibunya Farhan membangunkan ku yang saat itu
masih terlelap kelelahan. Aku beranjak menuju kamar mandi untuk cuci muka dan
mengambil air wudhu untuk shalat subuh. Farhan sudah lebih dulu bangun daripada
aku. Saat selesai shalat subuh, betapa terkejut sekaligus amazing, Farhan sudah
menyiapkan sebuah roti isi coklat dan segelas teh hangat. Senang sekali. Aku
bisa berbangga dengan laki-laki FKM dengan kerajinan nya. Hehehe baiklah sekali
lagi demi menghargai tuan rumah aku menyantap roti lapis dan segelas teh hangat
tersebut. Farhan kembali ke lantai atas setelah mempersilahkan ku makan,
barangkali hendak melanjutkan tidur. Hehe. Selesai acara makan yang tiba-tiba,
aku kembali ke kamar dan melanjutkan istirahat. Tak terasa jam sudah menunjuk
angka 9 pagi. Adik-adik farhan sudah mulai bangun, karena ini hari libur dan
mereka bangun sedikit siang. Kali ini Farhan yang mengetuk pintu, mengajak ku
sarapan pagi sebelum mengantar ku ke kontrakan baru tempat ku menginap sebulan
kedepan. Baiklah, karena perutku pun sudah mulai merengek. Kali ini Farhan
menemani bersama sarapan di meja makan. Hanya kami, sementara kedua adiknya
makan sambil mennton televisi. Beberpa saat kita bercakap tentang kuliah,
skripsi hingga masalah makanan yang sedang ku makan. Satu hal yang sebenarnya
sudah ku tangkap semanjak tadi, kita jarang eye contact saat ngobrol, dan aku
faham alasannya. “menjaga pandangan” itu prinsipnya. Sudah itu saja.
Malam
harinya saat ku sudah berada di kontrakan baru, aku menghubungi Farhan karena
butuh bantuan untuk mengantarku membeli beberapa barang yang masih kurang
seperti deterjen dan air minum. Selepas adzan magrib Farhan menjemput ku dan
mengantarku ke sebuah mini market dekat kompleks. Ketika tengah mengantri,
farhan menghubungiku menanyakan kapan selesai karena sudah mendekati adzan
isya. Baiklah, sekali lagi aku mengganggu nya dalam hal ibadah dan aku hanya
punya kata maaf atas keterlambatan itu. Farhan kemudian mengantarku ke
kontrakan setelah selesai dengan acara mencari makanku.
---hari
pertama magang tiba, waktu sudah menunjukan pukul 6.35 saat Farhan mengabari
bahwa dirinya baru selesai mandi. Kesal memang, tapi ya sudah bagaimana lagi,
aku disini tamu yang tak tahu jalan dan tak faham arah. Kami berangkat ke PT.
Holcim sekitar pukul 06.50 yap, waktu yang sangat mepet dengan jadwal yang
sudah kami terima. Sampai di jalan raya kami di sambut kemacetan yang tak
berperikemanusiaan. Khawatir lagi-lagi melanda meskipun pada akhirnya kami
berhasil sampai di lokasi pada 07.06 dan beruntung acara inti dimulai pukul 8,
sehingga kami tak ketinggalan. Selama waktu menunggu, kami duduk di bangku
depan Access control building dan berbincang-bincang ringan. Hingga, akhirnya
pembicaraan menjurus pada satu hal yang dari awal sudah bisa ku pastikan.
Dengan halus Farhan menjelaskan alasannya tak bisa setiap hari menjemput dan
berangkat bersama dengan sepeda motor, alasan yang tidak kuasa aku bantah, ia
sedang dalam upaya menjaga diri dan menjaga pandangan menaati syariat agama.
Meski dengan agak berat hati, aku mengiyakan maksudnya. Tak apa, itu adalah
sebuah prinsip, aku harus menghormatinya dan membantunya menjalankan prinsip
tersebut. Toh aku yakin, dengan seperti ini aku bisa lebih mandiri, dan sedikit
mengurangi intensitas kebiasaan merepotkan orang lain. Apapun itu, bagaimanapun
prinsipnya aku selalu mengahargai nya. Sebuah pelajaran mahal tentang toleransi
dan pengertian yang mengajarkan ku pada kedewasaan. Belajar untuk hidup dengan
jutaan cara bertahan. Tak ada alasan untuk berhenti berjalan. Saat menemukan
perbedaan, yang seharusnya kita lakukan adalah menyesuaikan, bukan menggantikan
apalagi menghilangkan. Trying for living with thousand ways.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar