Sabtu, 07 November 2020

Jalan-jalan Ala Mahasiswa Setengah PNS Part 2

 

Selepas isya, Aku, Apip dan Mas Azmi berjanji bertemu di depan minimarket dekat kosanku. Apip sudah siap dengan tas jinjing berisi laporan kelompok ku dan Kholis. Jam tangan menunjukan pukul 19.30 saat itu mas Azmi yang memesan taxi online untuk kami menuju stasiun. Malam itu hujan baru saja reda, saat sudah didalam mobil sang supir menanyakan jadwal keberangkatan kereta kami. Kereta kami berangkat pukul 20.10 yang artinya kami punya waktu sekitar 40 menit. Kata sang supir beberapa ruas jalan terjadi kemacetan karena ada genangan. Ia menawarkan untuk melalui jalur tol guna mempercepat waktu. Kami menyetujui dengan memberikan tambahan fee kepadanya.

Sampai stastiun kami langsung cetak tiket, boarding dan naik kedalam rangkaian kereta. Tak sampai 15 menit kereta kami langsung berangkat menuju tujuan akhir stasiun pasar senen. Perjalanan malam itu menghabiskan waktu selama ± 7 jam. Kami sempat mengobrol sebentar sebelum akhirnya sibuk dengan makan malam masing –masing lalu kemudian terlelap.

Pukul 03.40 kami sampai di stasiun pasar senen. Kami beranjak menuju musholla untuk sholat subuh. Selesai sholat subuh sekitar pukul 5 kami berdiskusi sebentar didepan musholla. Waktu masih sangat pagi, kami memutuskan untuk mencari sarapan disekitar kawasan kantor Dikti yang ternyata bersebrangan dengan area Glora Bung Karno. Mas Azmi memesan taxi online untuk mengantar kami dari stasiun senen menuju senayan. Mungkin bapak supir nya heran, jam 5 subuh ngapain ada yang order ke kantor Dikti :D Aku duduk didepan bersama pak supir sementara Apip dan Mas Azmi dibelakang. Percakapan ringanpun dimulai ...

“ini mas-mas mba nya dari mana ?”

“kami dari Semarang Pak.”

“walah jauh-jauh ada kegiatan apa ini mba?”

“kami mau ke Dikti buat nganter laporan kegiatan pak.”

“ini baru setengah 6 lho mba, nanti disana belum buka juga pasti. Ini nanti turunnya tepat di kantor Diktinya ?”

“iyah pak nanti kami turun dikantor diktinya saja ndapapa”

Saat itu aku menyalakan ponsel dan membuka instagram. Dari dalam mobil aku merekam story perjalanan yang saat itu melewati jalan yang kiri kanannya gedung-gedung pencakar langit. Daaan terceletuklah candaan mas Azmi,

“Iki cah biasane ngubek2 desa saiki main ke kota (ini anak biasanya muter2 di desa sekarang main ke kota), maklum yah pak.”

“haha, gapapa mas. Sekali-kali kita harus melihat dunia dengan sisi  berbeda.” Aku menjawab sok bijak.

Dan benar saja, kami sampai di depan kantor Dikti disambut rintik gerimis tipis yang cukup buat rambut Apip dan Mas Azmi klimis-klimis. Kami bingung beberapa saat karena kantor dikti jelas-jelas belum buka dan disekitar situ adalah area perkantoran yang sulit banget nyari warung atau tongkrongan untuk menghabiskan waktu. Aku yang clingak-clinguk mendapati beberapa orang bergerombol dibelakang kantor dikti dan sepertinya mereka adalah karyawan kantor yang sedang mencari sarapan. Benar saja, saat kami mencoba beranjak dan mendekati kerumunan kecil tersebut disitu ada seorang ibu yang menjual nasi uduk. Ojeh Klop! Kami memesan 3 porsi nasi uduk, lengkap dengan telur dadar dan teh manis hangat di gelas plastik. Kami makan disitu. Tapi, eitssss si ibu tidak menyediakan tempat duduk atau tikar sehelaipun L jadi mau tidak mau kami makan sambil duduk ditrotoar pinggir jalan, persis gembel. Untung kami masih pakai jaket dan sepatu serta tas lengkap. :D jalanan sekitar masih cukup sepi, ditemani gerimis yang masih manis kami menikmati nasi uduk sampai habis.

Selesai dengan acara sarapan, Apip mengajak kami untuk beranjak melihat-lihat stadion GBK yang kebetulan berada tepat di sebrang kantor dikti. Okay, why not.

Kami masuk halaman GBK dan beruntungnya langsung menemukan masjid. Sebuah tempat yang selalu menjadi pilihan singgah saat kaki belum menentukan arahnya melangkah. Cuaca pagi yang ditemani gerimis manis rupanya sangat cocok untuk istirahat. Kurang ajarnya, mereka tidur dipelataran masjid dan membiarkan aku menjaga barang-barang kami sendirian. Saat jam tangan menunjukan pukul setengah 8 aku membangunkan mereka dan menyuruh mereka bersiap. Apip tiba-tiba berinisiatif mandi pagi dulu di kamar mandi masjid.

“mau ketemu orang dikti masa ga mandi dulu?:D” katanya.

Baiklah, aku menunggu mereka berdua mandi. Lagipula mereka juga butuh ganti baju karena dari semarang mereka hanya pakai kaos dan jaket. Khawatir sampai dikti malah diusir. Wkwkw

Kami kembali ke kantor dikti dan menuju resepsionis kemudian mendapatkan kartu tanda pengunjung untuk bisa mengakses lingkungan dikti. Kami kemudian naik ke lantai 5 gedung dikti untuk bertemu Pak Yusman. Setelah hampir setengah jam menunggu sambil menyaksikan kesibukan orang berlalu lalang akhirnya kami bertemu dengan beliau. Senangnya, Pak Yusman ternyata bukan sosok pegawai yang terlalu to the point, sebelum kami menyerahkan laporan tersebut beliau mengajak kami berdiskusi ringan tentang PHBD dan kehidupan di dikti, sampai rencana kami selama di Jakarta mengingat kami datang jauh-jauh dari Semarang.

“Mba, ini pak dosennya?” tanya pak Yusman padaku.

“hehe ini teman saya pak, mas Azmy.” Jawabku.

“walaah, saya kira bapak dosen karena sekilas sudah mirip pak dosen ini mas nya.” Seloroh beliau.

Kami kemudian berbincang sampai hampir setengah jam sebelum akhirnya serah terima laporan yang ditutup dengan kegiatan utama yakni foto-foto alias dokumentasi. Sebelum pamit, beliau masih menawarkan kami untuk lihat-lihat di kantor dikti. Namun, karena jadwal kereta kami jam 3 sore nanti jadi kami memutuskan untuk langsung pamit agar sempat mampir ke lokasi lainnya.

Ada Sebuah janji yang harus kutunaikan adalah foto di depan logo kemenristekdikti. Haha meski jam kantor sudah mulai dan mobil keluar masuk kami tetap santai jepret-jepret di depan kantor dikti.

Sebelum memutuskan hendak beranjak kemana setelah itu, kami jalan-jalan sebentar dibagian luar stadion GBK. Saat itu, sedang hype-hype nya ajang Asean Games jadi suasana GBK memang lebih meriah dari biasanya. Tidak sampai satu jam kami jalan-jalan di GBK karena hari sudah mulai panas, kami memesan taxi online menuju masjid istiqlal. Hari itu hari jum`at, Apip dan mas Azmi harus melaksanakan sholat Jum`at.

Kami menuju masjid Istiqlal untuk melaksanakan sholat sekaligus makan siang disekitar situ. Jalanan hari itu cukup padat dan bisa dibilang hampir macet. Sesuatu yang biasa di jakarta namun agak jarang terjadi di Semarang. Hehe

“Ini emang udah mulai macet ya pak?” tanyaku pada pak supir.

“iyah mba, ini juga kan bentar lagi 2 desember to? Udah mulai ada massa juga yang bergerak buat reuni di monas.” Jelas si bapak.

“oalaah pantesan ya pak, hehe”

“ini masih tanggal 30 November ajah udah rame gini mba, kalau besok mungkin beberapa jalan menuju monas udah di tutup gabisa kemana-mana pasti mba nya. Mba nya gak ada rencana nginep di sini dulu kan?” tanya si bapak.

“engga sih pak, tadinya mau nginep tapi syukurlah kita gak jadi nginep pak ini nanti jam 3 langsung pulang ke Semarang.” Jelasku.

Kami sampai di masjid Istiqlal saat waktu masih menujukan pukul 10. Sebelum sholat jumat aku mengajak mereka untuk makan siang terlebih dulu disekitar masjid. Kami jalan kaki di bagian luar pagar utama masjid istiqlal dan mendapati banyak pedagang beraneka ragam pernak pernik mulai dari tasbih sampai topi berlafadz kalimat-kalimat suci. Kami hanya berjalan sambil lihat kanan kiri yang penuh keramaian.

Tak lama kami menemukan jajaran PKL dibawah jalur KRL. Salah satu pedagang menarik perhatian mataku dengan tulisang “Ayam Goreng Sambel Gledek”. Haha sepertinya ini akan terasa seperti kesamber gledek disiang bolong. :D

Makan siang dibawah rek kereta KRL dengan menu Ayam Goreng Sambel Gledek ditemani backsound suara kereta yang lewat benar-benar seperti suara gledek. Berkali-kali aku mengira bahwa hari akan hujan. Sambil sibuk mengusap kening yang berkeringat deras karena memang sambelnya bener-bener bikin lidah kesamber gledek :D

Setelah selesai dengan acara makan, kami kembali ke area masjid untuk sholat jumat dan sholat dzuhur. Tentu saja, saat sholat jumat aku menunggu mereka di teras masjid sambil menjaga tas-tas besar mereka. Sholat jumat hari itu memang tidak seperti biasanya, barisan tentara berseragam hijau memenuhi hampir seluruh teras masjid. Aku yang sedari tadi menunggu disitupun berangsur menggeser tempat duduk sampai akhirnya terpojok di dekat kotak amal menuju tempat wudhu. Mengenaskan. Wkwkw.

Ada pemandangan yang aku tangkap, selain banyak tentara berbaju hijau, peserta unjuk rasa berseragam putih-putih, ibu-ibu bercadar, dan sebangsanya, aku melihat banyak penjual plastik kresek. Mayoritas kakek-kakek sepuh. Mereka menawarkan plastik seharga 2000 rupiah kepada jemaah sholat jumat untuk menaruh sepatu atau sendal mereka selama sholat. Impressive! Jujur, aku lebih senang melihat orang-orang yang berjualan keresek atau malah sekedar memungut koran bekas yang ditinggalkan jemaah sholat ied, daripada pengemis yang meminta-minta dengan kondisi fisik yang masih bugar, bermodal baju sobek dan bungkus permen, meminta-minta tanpa melakukan apapun. Nonsense menurutku. Tidak mendidik dan tidak baik bagi mentalitas manusia. Mungkin aku dikira jahat dan sebagainya, tapi tak apa, itu pandanganku kawan.

Selesai mereka sholat jumat, giliranku untuk menunaikan sholat dzuhur. Setelah selesai dengan acara sholat, kami berjalan kaki menuju monumen nasional yang jaraknya sekitar 10 menit berjalan kaki dari istiqlal.

Perjalanan ini kami tutup dengan jalan-jalan di monas, ditengah hari yang panas, ditemani pemandangan jakarta yang ganas. Kami sampai di Semarang disambut dengan sebuah lagu yang sangat epic... Lemon Tree dari Fools Garden. Mantap!!

Jalan-Jalan Ala Mahasiswa Setengah PNS Part 1

 


Seperti biasanya, kamis malam adalah waktuku untuk kembali menabur ide-ide gila demi memenuhi passion anehku. Demi menjaga semangat menempuh jalan ninjaku dalam pengabdian masyarakat. Jam 9 malam teng kakiku sudah mendarat dipelataran belakang rumah Dosen Kesayangan yang sangat rajin memberiku pekerjaan, haha. Tapi, aku menikmati dan justru kecanduan akan hal tersebut. Agenda malam itu adalah menyelesaikan laporan akhir Program Hibah yang kami dapatkan dari Kemenristekdikti untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat. Ditemani 4 orang anggota tim, laptop dan hotspot internet aku mulai membuka inbox email. Daaaaan, reaksiku biasa saja awalnya melihat email masuk dari Belmawa Dikti saat itu.

“Mas, ada email masuk ke saya dari Dikti.” Kata saya pada Mas Daud alias Pak Daud Samsudewa, Ph.D dosen pembimbing sekaligus motivator terbaik saya selama mengarungi jalan ninja ini.

“Apa isinya Lel?” Tanya Mas Daud.

Ku buka email tersebut, kubaca dengan sepenuh hati, kuperhatikan penulisannya barangkali ada typo atau salah ketik, kubaca dalam hati, kubaca kembali dengan suara pelan, daaaan aku menyerah pada mata ku sendiri. Tertulis dengan sangat jelas dan terang benderang bahwa : pengumpulan laporan akhir tersebut adalah 30 November 2018 dan saat aku membaca email tersebut adalah tanggal 27 November 2018 yang artinya waktu kami untuk menyelesaikan laporan tersebut kurang dari 3 hari lagi. Sementara laporan tersebut baru selesai sekitar 70% alias masih 30% lagi yang belum dikerjakan. Gawatnya bagian yang belum dikerjakan adalah bagian laporan penggunaan dana hibah senilai 35 juta. Banyak hal yang menjadi kendalaku dalam menyelesaikan bagian tersebut. Kalian bayangkan saja, nilai yang harus kami laporkan penggunaannya adalah 35 juta. Sementara, fresh money yang baru masuk di rekening kami adalah 28 juta alias (70% nya). Uang sisa senilai 7 juta (30%nya) akan kami terima ketika telah menyelesaikan laporan akhir ini. Sedikit absurb. Tapi, begitulah sistemnya kawan.  Aku sudah bergelut dengan sistem semacam ini sejak semester 4. Parahnya, dari uang 28 juta yang telah kami terima baru sekitar 11 juta yang kami gunakan, belum ada setengahnya. Kenapa kami begitu hemat ? Emmmh tidak, lebih tepatnya kami mengelolanya dengan efektif. Prinsipnya sederhana, alokasikan dana sesuai peruntukannya.

“Mas, ini email katanya laporan akhir harus diterima dikti paling lambat 30 November ini. Harus dikirim ke kantornya Dikti.” Kataku

“Laporanmu sudah sampai mana?” tanya Mas Daud balik.

“tinggal laporan keuangan mas. Bagian pendahuluan, logbook kegiatan dan isian-isian lainnya sudah saya kerjakan.” Jawabku.

“ya sudah kamu selesaikan laporan keuangannya. Masalah diantarnya nanti saya sounding-kan ke pak Tumin (Staff Minarik di Rektorat).”

“Hmmm, tapi mas ini kan harus laporan penggunaan dana 35 juta. Tapi dana yang baru kita pakai kan belum sampai segitu. Gimana mas?”

“Lho, bukannya dulu sudah saya ajarkan. Kamu buat nota sendiri untuk mengisi laporan. Tapi, kamu sendiri harus punya catatan khusus tentang penggunaan dana REAL nya. Pennggunaan dana per tanggalnya. Paham ?

“paham mas.”

Jam tangan ku sudah menunjukan pukul 11 malam. Waktu diskusi kami dihabiskan dengan membahas persiapan kegiatan festival akhir tahun di Desa Mitra kami.

“Dek, malem ini kita kerjakan laporannya yah bareng.” Tanyaku pada Anis. Salah satu volunteer yang paling dekat dan mendapat kepercayaan lebih dariku untuk mengelola keuangan ini. Bisa dibilang dia bendaharanya.

“iyah mba. Sekalian nginep ajah yah dirumahku.” Kata Anis

“gapapa nginep nih??”

“iyah mba, dirumahku juga ada printer. Biar lebih enak ngerjakannya.”

“Ojeh gas!!”

“kalian pulang sekarang saja, kerjakan laporan keuangannya, nanti kalau ada masalah atau kekurangan besok pagi ketemu saya di Laboratorium lantai 2.” Kata Mas Daud.

Pukul 11.30 malam kami pulang. Malam itu aku tidak pulang ke kosan. Aku menginap di rumah Anis yang jaraknya hampir 10 km dari kosanku. Tengah malam, dua orang cewek naik motor melewati jalan sepi menurun dan berbelok sudah hal biasa bagiku. Itu baru jam 12 malam. Aku lebih sering dibawa ugal-ugalan oleh Akhyar (rekan ninjaku) karena sudah pukul 2 malam baru pulang dari Kudus. Kami tidak takut sama kuntilanak sebenarnya, kami lebih takut dengan gerombolan berkampak a.k.a begal. Tapi, selama niat kita baik, insyaallah selalu dalam lindunganNya.

Kami sampai dirumah Anis sekitar setengah satu malam. Malu aku dengan ibunya Anis gara-gara aku Anis jadi sering pulang malam. Tapi ternyata Anis sering lebih ekstrem lagi dengan menginap di kampus. Nyatanya saat dikampus, “kehidupan malam” lebih menyenangkan dan hidup. Haha.

Sampai dikamar Anis kami langsung beraksi. Printer dinyalakan, 2 laptop dibuka, draft laporan digelar, buku catatan, ballpoint dan gerombolannya keluar dari sarang. Aku mengerjakan draft laporan keuangan itu di Ms.Excel sementara Anis mengerjakan nota-nota di laptop dan segera mencetaknya. Mesin printernya malam itu dipaksa bergadang menemani 2 mahasiswa kurang kerjaan yang tengah dikerjar deadline laporan. Potongan kertas di sana-sini memenuhi kamar Anis. Jam dinding menunjukan pukul 3 dini hari. Mataku sama sekali tak merasakan ngantuk namun kepalaku berdenyut-denyut karena dipaksa melanggar jam biologisnya. Anis menawarkan semangkuk mi rebus dengan sayuran dan beberapa toples cemilan. Aku tak menolaknya. Cadangan glukosaku perlu di re-charge agar pembuluh darahku tetap mengalirkan darah menuju otakku yang saat itu sedang sibuk dan tegang dibawah tekanan. Hmm, baiklah kawan ini adalah salah satu bentuk “menyakiti diri sendiri” namun tanggung jawab adalah keharusan yang mesti ditunaikan. Bijaklah dalam menggunakan waktu. Oke? J

Selesai dengan urusan makan dan nyemil kami langsung tancap gas kembali mengerjakan laporan. Sampai akhirnya adzan subuh menggerakan kami melangkah menuju keran disamping taman kecil untuk berwudhu dan sholat subuh. Aku merasakan pening dikepalaku saat sujud, namun ada perasaan lain yang juga membuatku betah berlama-lama sujud. Ada perasaan tenang, nyaman, dan damai yang seketika men-Tone Down neuron-neuron dikepalaku. Selesai sholat subuh kami mulai merapihkan kertas-kertas dan menyusun nota-nota tersebut kedalam halaman laporan.

“Dek kamu hari ini kuliah jam berapa?” tanyaku pada Anis yang sepertinya sudah siap-siap tumbang didekapan bantal.

“jam 7 mba. Nanti jam 6 bangunin aku yah. Aku mau tidur sebentar.”

Kasihan aku melihatnya. Namun, dia tetap selalu ada membantuku bahkan ketika anggota lain tak ada yang sedikitpun menanyakan jobdesc nya. Haha. Hal yang biasa bagiku.

Setelah selesai merapihkan draft laporan, akupun merebahkan badanku diatas matras dan berusaha memejamkan mata meskipun aku tahu itu takkan lama. Alarm ku setting di pukul 05.45, tidak ada satu jam aku tidur. Tak apa. Hal seperti itu sudah jadi biasa semenjak aku menekuni jalan ninja ini. Begadang adalah rutinitas. Jadi jangan heran kalau ada waktu luang aku akan mengalokasikannya untuk “hibernasi” bersama bantal dan guling dikamar. :D

Kami berangkat ke kampus pukul 06.30, tanpa sarapan sebelumnya meskipun saat itu ibunya Anis memaksa kami untuk sarapan. Anis mengantarku ke kosan sebelum ia berangkat ke kampus. Hari itu kebetulan jadwal kuliahku tidak terlalu padat. Hanya ada dua mata kuliah di siang-sore nanti. Sampai dikosan aku bergegas mandi dan berangkat ke kampus. Bukan untuk kuliah kawan. Aku ke kampus untuk menyelesaikan laporan ini. Aku berangkat menuju kantor minarik rektorat bersama Kholis (Ketua Tim kelompok lain yang tahun itu sama-sama mendapatkan dana hibah dan kebetulan dosen pembimbing kami sama-sama Mas daud) Klop!

Agenda kami diminarik hari itu adalah untuk meminta izin sekaligus saran terkait pengiriman laporan akhir yang harus diterima Dikti maksimal tanggal 30 itu. Kami bertemu Pak Tumin. Sosok birokrat yang asik dan sangat kooperatif dengan kegiatan kami. Tak pernah merepotkan berlebihan dan justru melakukan hal yang seharusnya kami lakukan. The best staff ever lah pokoknya.

Pak Tumin tidak yakin jika ada dari pihak minarik bisa mengirimkan laporan tersebut mengingat saat itu pihak rektorat sedang disibukan acara pemilihan mahasiswa berprestasi. Selain itu, jika menggunakan jasa pos atau agen pengiriman lainnya khawatir ada kerusakan atau keterlambatan. Finally, pak Tumin memberikan saran agar kami saja yang berangkat ke dikti untuk mengantar laporan tersebut. Hari itu juga surat tugas dan pengantar dari kampus sudah ditangan kami. Setelah selesai dengan urusan perizinan aku dan Kholis meluncur menuju laboratorium untuk bertemu Mas Daud. Melaporkan progres laporan sekaligus meminta izin untuk mengirimkan sendiri laporan tersebut ke dikti.

“Ya sudah kalau dari pak Tumin sudah menyarankan demikian kalian tinggal selesaikan kekurangannya malam ini nanti besok pagi ketemu saya untuk saya cek sebelum kalian copy. Masalah nanti yang berangkat siapa kalian atur sendiri. Untuk pendanaan beli tiket dan sebagainya pakai dana yang ada untuk alokasi transportasi. Clear?”

“oke mas, clear.”

Malam itu, sejak Ba`da isya aku ditemani Haris dan Apip (rekan organisasiku) menyelesaikan laporan tersebut hingga larut malam. Selain sibuk dengan urusan nota dan laporan, aku juga sibuk berkomunikasi dengan Mas Azmi (FYI dia ini satu angkatan denganku, aku memanggilanya Mas karena kami baru kenal dan supaya lebih sopan saja hehe) yang akan menemaniku ke dikti sebagai perwakilan dari timnya Kholis.

Kami berdiskusi tentang mau naik kereta apa? Jam berapa? Hingga masalah mau nginap dulu atau langsung pulang. Setelah berdiskusi cukup panjang terkait menginap atau langsung pulang aku memesan tiket kereta untuk kami berdua. Aku memesan tiket kereta api Tawang Jaya Premium dari Semarang Tawang ke Pasar Senen (08.40-04.20) kelas ekonomi senilai 200.000,-/orang. Tiba-tiba Apip yang dari tadi diam dan asyik dengan pekerjaannya nyeletuk,

“Lel, aku nda (tidak) diajak nih?” tanyanya sambil tertawa kecil.

“hmm, kamu mau ikut tho Pip?”

“yah kalau boleh. Bosen lah aku tiap minggu ke Kudus mulu. Sekali-kali pingin ngerasin main ke kota.”

“ya udah, ini aku udah pesen 2 tiket buat aku sama mas Azmi. Kamu pesen sendiri gapapa? Nanti uangnya aku transfer atau nanti aku bayar sekalian.” Jawabku yang disambut ekspresi bahagianya yang sangat kentara.

“oke Lel, kamu di gerbong berapa? Seenggaknya kita satu gerbong.”

“aku di gerbong 4.”

Urusan tiket dan jadwal keberangkatan serta schedule saat di Jakarta nanti sudah selesai. Malam itu juga ku kirim file Pdf laporan akhir ke email Apip untuk diprint dan dijilid.

Besok paginya, aku dan Apip serta Kholis sudah janjian untuk meminta tandatangan dari pembimbing kami Mas Daud untuk halaman pengesahan dan logbook. Taukah kalian kawan? Satu tandatagan beliau harus diganti dengan satu kali nyanyi Mars dan Hymne Undip. Hal tersebut bukan tanpa alasan, kata beliau itu dilakukan agar jangan sampai mahasiswa Undip sendiri lulus tidak tahu dasar-dasar dan cita-cita Universitasnya yang tertuang dalam nada-nada sakral tersebut.

Hari itu aku harus mendapatkan 3 tandatangan beliau untuk 3 rangkap laporan yang artinya aku harus menyanyikan 3x mars dan hymne Undip. Namun, karena beliau tahu kami sudah sangat bekerja keras untuk menyelesaikan laporan tersebut kami hanya diminta menyanyikannya sekali saja. Oke Good Job!

Jalan-jalan Ala Mahasiswa Setengah PNS Part 2

  Selepas isya, Aku, Apip dan Mas Azmi berjanji bertemu di depan minimarket dekat kosanku. Apip sudah siap dengan tas jinjing berisi laporan...